Kamis, 15 Desember 2011

Etika yang Berlaku di Indonesia

ETIKA YANG BERLAKU DI INDONESIA

Salah satu cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain yakni tidak hanya berkirim sms atau email, berkirim surat, chatting tapi juga melalui telepon. Seseorang menelepon orang lain pasti ada sesuatu yang penting atau mungkin darurat untuk dibicarakan betapa pun singkat atau lamanya pembicaraan di telepon, baik telepon rumah maupun lewat handphone (HP).
Jika kita perhatikan secara seksama dan rinci etika orang Indonesia tatkala menelepon benar-benar buruk alias jelek. Saat berbicara dengan lawan bicara di telepon rasanya sikap kesopanan belum diterapkan secara baik. Apalagi kalau telepon itu salah sambung, yang menelepon tidak meminta maaf kepada lawan bicaranya. Sebaliknya, lawan bicara pun kerap menjawab dengan nada kesal dan emosi saat mengetahui bahwa telepon itu salah sambung.
Hal ini berbeda sekali dengan orang Jepang yang memiliki etika menelepon dengan sopan dan baik. Orang yang menelepon dan lawan bicara yang di telepon tetap menjunjung sikap dan rasa kesopanan bahkan kalau misalnya telepon itu salah sambung.
Etika buruk orang Indonesia saat menelepon
Kasus 1
Q : “Halo, mau bicara dengan Samson??”
A : “Ini dari siapa ya?”
Q : “Saya Rudi”
A : “Ohh,,tunggu sebentar…………”
Kasus 2
Q : “Halo, ada Samson ga?”
A : “Ya, saya sendiri. Ini siapa ya??”
Q : “Ini dari Rudi”
A : “Ohh,,……….”
Kasus 3
Q : “Halo, Pak Rudinya ada ga?? Saya mau bicara dengannya…..”
A : “Oh, Pak Rudi yaa,,salah sambung tuh”.
Q : “Ohh salah yaaa….**biippp**
Contoh kasus 1 dan 2 di atas yakni ingin berbicara dengan orang yang dituju. Perhatikanlah saat orang yang menelepon langsung menanyakan dan mencari orang yang dituju. Kemudian tanpa basa basi setelah si penelepon memastikan si penerima sudah ada di telepon maka percakapan pun terjadi. Pada kasus 3, yang ternyata telepon itu salah sambung, jarang sekali si penelepon meminta maaf atas kesalahannya dalam menelepon bahkan langsung ditutup teleponnya.
Bandingkanlah dengan etika orang Jepang saat menelepon
Kasus 1
Q : “Halo, apakah benar ini kediaman/rumah/keluarga Pak Yoshi?”
A : “Ya, benar”
Q : “Saya Pipit, apakah Yuri ada?“
A : “Ya, benar, saya sendiri”
Q : “Aaa,Yuri. Apakah sekarang punya waktu untuk kita bicara?“
A : “Ya, ada………………….”
Q : “Sampai jumpa”
A : “Ya”
Kasus 2
Q : “Halo, apakah benar ini kediaman/rumah/keluarga Pak Yoshi?”
A : “Ya, benar”
Q : “Saya Pipit, muridnya Pak Yoshi. Apakah Pak Yoshinya ada?”
A : “Ya, ada, tunggu sebentar……..”
Kasus 3
Q : “Halo, apakah benar ini kediaman/rumah/keluarga Pak Yoshi?”
A : “Bukan, salah sambung”
Q : “Mohon maaf, salah sambung”
Kasus 1 dan 2 untuk berbicara dengan orang yang dituju beberapa etika yang harus diperhatikan adalah setelah mengatakan ‘halo’ maka si penelepon akan memastikan rumah yang dituju (biasanya menyebutkan nama keluarga). Kemudian si penelepon memperkenalkan diri dan mencari orang yang dituju. Sebelum memulai percakapan, biasanya si penelepon memastikan si penerima punya waktu untuk menerima telepon. Selanjutnya, dalam menutup pembicaraan pun dengan kata-kata yang baik. Kasus 3 jika telepon salah sambung maka si penelepon akan memohon maaf karena salah sambung.
Etika menelepon ini mungkin bagi sebagian orang tidak terlalu dipermasalahkan tapi justru hal kecil seperti inilah akan menimbulkan pertanyaan, ‘mengapa hal kecil seperti ini tidak bisa diaplikasikan dengan baik?’
Ada baiknya bila orang Indonesia mencontoh etika orang Jepang dalam menelepon. Memperkenalkan diri dulu kemudian memastikan si penerima punya waktu untuk menerima telepon.
Selama ini mungkin kita tidak seperti itu. Kita tidak tahu lawan bicara sedang sibuk dan mungkin merasa terpaksa menerima telepon. Saat salah sambung juga sebaiknya si penelepon memohon maaf bukan langsung menutup teleponnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar